Mengenal CDI lebih dekat
November 6, 2009 at 9:50 am | Posted in Uncategorized | 19 Comments
CDI
atau Capacitor Discharge Ignition adalah sistem pengapian pada mesin
pembakaran dalam dengan memanfaatkan energi yang disimpan didalam
kapasitor yang digunakan untuk menghasilkan tengangan tinggi ke koil
pengapian sehingga dengan output tegangan tinggi koil akan
menghasilkan spark di busi. Besarnya energi yang tersimpan didalam
kapasitor inilah yang sangat menentukan seberapa kuat spark dari busi
untuk memantik campuran gas di dalam ruang bakar. Semakin besar energi
yang tersimpan didalam kapasitor maka semakin kuat spark yang
dihasilkan di busi untuk memantik campuran gas bakar dengan catatan
diukur pada penggunaan koil yang sama. Energi yang besar juga akan
memudahkan spark menembus kompresi yang tinggi ataupun campuran gas
bakar yang banyak akibat dari pembukaan throttle yang lebih besar.
Dari uraian di atas dapat kita
simpulkan bahwa CDI yang kita pasang untuk pengapian sangat berpengaruh
pada performa kendaraan yang kita gunakan. Hal ini disebabkan karena
dengan penggunaan pengapian yang baik maka pembakaran di dalam ruang
bakar akan tuntas dan sempurna sehingga panas yang dihasilkan dari
pembakaran akan optimal. Kenapa panas sangat berpengaruh? Karena disain
dari mesin bakar itu sendiri, yaitu mengubah energi kimia menjadi
energi panas untuk kemudian diubah menjadi energi gerak. Semakin panas
hasil pembakaran di ruang bakar artinya semakin besar ledakan yang
dihasilkan dari campuran gas di ruang bakar sehingga menghasilkan
energi gerak yang besar pula di mesin. Panas disini adalah panas yang
dihasilkan murni dari ledakan campuran gas bakar, bukan karena gesekan
antar komponen didalam ruang bakar. Dengan kata lain panas yang
dimaksudkan adalah panas ideal yang dapat dihasilkan dari pembakaran
campuran gas bakar dengan energi dari sistem pengapian yang digunakan.
Bagaimana kita mengetahui besarnya
energi dari sistem pengapian (pada kasus ini CDI) yang kita gunakan?
Besarnya energi ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus dasar untuk
menghitung energi kapasitor yaitu : e=1/2*c*v*v. Dimana c adalah
besarnya kapasitor yang digunakan (dalam satuan Farad) dan V adalah
tegangan yang disimpan di kapasitor tersebut. Misalkan saja kapasitor
yang digunakan 1uF dan tegangan yang disimpan 300V maka energi dari
kapasitor tersebut dihitung menggunakan rumus tadi adalah 45 mili
Joule. Energi inilah yang akan dikirimkan ke busi melalui koil yang
kemudian akan digunakan untuk memantik campuran gas di ruang bakar.
Oleh karena itu semakin besar energi ini, semakin kuat spark yang
dihasilkan oleh busi.
Besarnya energi ini biasanya (dan
seharusnya) disebutkan pada spesifikasi CDI yang kita gunakan. Kenapa?
Karena inilah inti dari CDI itu sendiri, yaitu energi yang dihasilkan.
Disinilah kita bisa membandingkan atau memberikan suatu justifikasi
bahwa sebuah CDI lebih powerfull dibandingkan CDI lain ataupun CDI
bawaan standar pabrikan kendaraan. Namun bagaimana jika spesifikasi
dari CDI yang kita gunakan tidak menyebutkan besarnya energi yang
dihasilkan? Tentunya produsen CDI yang baik akan memberikan
besaran-besaran spesifikasi lain yang digunakan oleh CDInya. Biasanya
produsen akan memberikan tegangan output CDI, arus yang dikonsumsi, dan
range RPM yang bisa dilayani oleh CDI tersebut. Disini masih ada satu
pertanyaan untuk mencari nilai C yang digunakan, karena besarnya energi
dihitung dengan nilai C kapasitor sedangkan produsen CDI memang jarang
menyebutkan berapa besar C kapasitor yang digunakan.
Bagaimana kita mendapatkan besaran
nilai C kapasitor? Tentu saja dengan menggunakan kembali parameter
spesifikasi CDI yang diberikan oleh produsen. Dari teori rangkaian
listrik pada suatu sistem bahwa jumlah daya yang dikeluarkan maksimum
sama dengan daya input (pada efisiensi 100%), maka kita dapat
memperoleh selain nilai C kapasitor juga nilai energi yang digunakan.
Daya input dihitung dengan P = V*I, dimana V adalah sumber tegangan
untuk mencatu CDI, yaitu baterai (accu) dan I adalah arus dari baterai
yang dikonsumsi CDI pada RPM maksimum yang masih dapat dilayani CDI.
Misalkan pada suatu CDI diketahui spesifikasi sebagai berikut :
tegangan kerja : 11 – 14.5 V
konsumsi arus : 0.1 – 0.75 A
tegangan output: 300 V
range RPM : 500 – 20000 rpm
Dari spesifikasi diatas dapat kita
peroleh daya input CDI adalah P = 12 * 0.75, hasilnya adalah 9 watt.
Disini digunakan V = 12 karena memang baterai (accu) yang umum
digunakan di kendaraan (motor) adalah tipe 12 volt. Arus (I) yang
digunakan adalah 0.75 A (arus maksimum dengan acuan spesifikasi di
atas) karena arus inilah yang digunakan untuk mengisi kapasitor pada
RPM maksimum CDI (20000 rpm). Kenapa menggunakan acuan pada kondisi rpm
maksimum? Karena CDI tersebut didisain untuk bekerja pada range RPM
rendah- tinggi (500 – 20000 rpm). Semua disain CDI dihitung pada
kondisi maksimum agar dapat beroperasi pada range RPM, karena pada RPM
maksimum sistem CDI harus mengisi kapasitor sampai tegangan out yang
ditentukan (300 V) sebelum satu putaran crankshaft. Karena setiap satu
putaran crankshaft pasti tegangan tersebut akan dilepaskan ke koil
sebagai akibat posisi sensor yang ditempatkan di magnet. Sehingga
pengapian terjadi setiap 360 derajat atau dengan kata lain pengapian
terjadi pada langkah kompresi dan langkah buang. Agar kapasitor dapat
terisi penuh sebelum sensor mentrigger di semua range RPM maka waktu
maksimum untuk mengisi kapasitor harus kurang dari waktu putaran
crankshaft pada RPM maksimum. Pada kasus ini waktu pengisian harus <
0.003 detik, yang didapatkan dari rumus T=1/f, dimana f adalah RPM
maksimum (20000 rpm = 333,333 Hz).
Dengan daya out CDI yang telah
diketahui yaitu 9 watt, dapat kita hitung berapa energi yang dilepaskan
oleh CDI. Energi inilah yang menjadi jaminan kualitas CDI yang kita
gunakan. Energi ini dihitung dengan rumus P = E/T atau menjadi E = P*T.
T disini adalah waktu pada RPM maksimum yaitu 0.003 sekon ( T=1/f,
f=333.333Hz). Sehingga diperoleh E = 9*0.003 sama dengan 0.027 Joule.
Dengan rumus energi kapasitor maka diperoleh besaran C = 2*E/(V*V)
yaitu 0.0000006 Farad atau 0.6 mikro Farad.
Dengan teori daya, maka daya yang
dikeluarkan CDI maksimum sama dengan daya input yaitu 9 watt. Disini
diasumsikan efisiensi sistem adalah 100 %. Pada kenyataannya tidak ada
sistem yang memiliki efisiensi 100 %. Pada prakteknya efisiensi untuk
pembangkitan tegangan tinggi seperti CDI berkisar di 80-85%, namun
dengan disain rangkaian dan penggunaan komponen yang baik dapat
diperoleh efisiensi 90%. Efisiensi lebih dari 95% belum dapat dicapai
dengan teknologi komponen yang ada saat ini. Efisiensi 100% digunakan
hanya untuk mempermudah hitungan kita saja, namun untuk hasil
perhitungan yang lebih akurat sebaiknya besarnya efisiensi juga harus
diperhatikan.
Energi 0.027 Joule diperoleh dengan
efisiensi 100%, bagaimana jika efisiensi bukan 100%? Katakanlah desain
CDI memiliki efisiensi 85%, maka energi output CDI adalah 0.0229 Joule.
Pada mesin bakar ada parameter MIE (Minimum Ignition Energy) atau
energi minimum yang dibutuhkan agar mampu membakar gas di dalam ruang
bakar. Besarnya MIE ini untuk tipikal mesin 1 silinder adalah 0.020
Joule. Dari sinilah kita bisa mengetahui sebenarnya seberapa baikkah
CDI yang kita gunakan. Dari kasus diatas ternyata beda energi CDI hanya
sekitar 0.0029 Joule yang artinya sangat kecil. Artinya apakah dengan
mengganti CDI dengan yang kita gunakan saat ini telah sesuai dengan
ekspektasi?
Seperti yang disebutkan sebelumnya
bahwa produsen CDI yang baik harus mencantumkan energi dari CDI mereka
karena hal inilah yang menjadi jaminan bahwa produk mereka memang
bagus. Karena energi CDI ini sangat bergantung pada arus input, maka
tak heran jika produsen CDI terkemuka selalu mengeluarkan spesifikasi
CDI sesuai dengan keperluannya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
“tekor” pada accu yang digunakan. Sebagai contoh, pada aplikasi CDI
untuk keperluan harian (daily use) harus dikompensasi antara energi
yang digunakan dengan pemakaian arus yang tidak melebihi kapasitas
pengisian accu. Contoh lainnya pada aplikasi pengapian untuk drag race.
Untuk kasus ini mungkin saja tidak memperhitungkan berapa arus
pengisian accu. Karena pada drag race mesin hanya hidup selama beberapa
menit saja dan selama itu pula semua sumber daya yang ada di mesin di
explore sebanyak-banyaknya termasuk penggunaan energi CDI
sebesar-besarnya dengan arus maksimal dari accu yang digunakan.
Timing pengapian dan setingan lain
tentu juga berpengaruh pada hasil akhir performa mesin, namun jika kita
lihat dari sisi CDI itu sendiri, energi output lah yang menentukan
kualitas CDI. Dengan timing dan setingan lain yang sama, CDI dengan
energi yang lebih besar akan menghasilkan performa mesin yang lebih
baik.
Dari paparan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa tidak mungkin membuat CDI dengan spesifikasi “high
energy” namun dengan konsumsi arus yang kecil, dan tentu saja hal ini
bertentangan dengan hukum daya. Ingatlah bahwa rumus daya, tegangan,
arus (hukum kekekalan energi) adalah sudah matang alias sudah tidak
bisa diutak-atik lagi sehingga semua hitungan dari spesifikasi CDI
jelas tidak berbohong.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan
semakin menambah wawasan kita mengenai apa itu CDI, bagaimana CDI yang
baik dan seberapa besar energi pembakaran yang dihasilkan serta apa
saja konsekuensi yang ditimbulkan dengan penggunaan CDI yang kita
gunakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar